Saturday, September 12, 2015

Radiasi Benda Hitam

Hell-O! Lama tak menulis di blog ini. Kali ini mau membawa hasil karya tulis saya di SMA mengenai Radiasi Benda Hitam. Selamat membaca dan semoga bermanfaat. Oh ya, pembahasan ini boleh dikopi tapi saya mohon dengan sangat untuk menyertakan credit berikut: Makalah Radiasi Benda Hitam from Artemisia




RADIASI BENDA HITAM


Disusun Oleh:

Wulan Oktaviany




SMA NEGERI 113 JAKARTA

2014


Kata Pengantar
Puji dan syukur kepada Tuhan YME karena atas dan rahmatnya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Fisika ini. Dan kami juga mengucapkan terimakasih sebesar - besarnya kepada guru pembimbing pelajaran fisika Bpk. Nur Fajriani yang telah membimbing kami dan juga terimakasih atas partisipasi dari semua pihak.
Fisika adalah ilmu yang mempelajari tentang materi atau zat yang meliputi sifat fisis, komposisi, perubahan, dan energi yang dihasilkannya. Oleh karena itu ilmu fisika memiliki banyak cabang dan salah satunya akan dibahas pada makalah ini, yaitu Radiasi Benda Hitam.
Makalah mengenai radiasi benda hitam ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh guru pembimbing fisika dan untuk lebih mengerti lagi tentang materi tersebut. Kami berharap dengan tersusunnya makalah ini dapat membantu teman - teman untuk lebih mudah memahami materi tersebut sehingga dapta menguasainya dengan cepat dan efektif.
Seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak yang berarti tak ada yang sempurna, begitupun dengan makalah yang kami susun ini. Oleh karena itu, kami mohon maaf bila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini.

Jakarta, Agustus 2014

 Penulis

Daftar Isi

Kata Pengantar ....................................................................................................................... 1
Daftar Isi ................................................................................................................................ 2
Teori Kuantum Planck ........................................................................................................... 3
Teori Kuantum Cahaya .......................................................................................................... 9
        Penutup .................................................................................................................................. 13
        Daftar Pustaka ........................................................................................................................ 14

    


Teori Kuantum Planck

       I.            Benda Hitam
1.1 Benda Hitam
Spektrum energi yang dipancarkan sebuah benda bergantung pada beberapa faktor, antara lain suhu benda, sifat permukaan benda, dan jenis bahan benda. Spektrum energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh permukaan benda menunjukkan intensitas radiasi yang dipancarkannya.
Permukaan benda hitam merupakan permukaan yang memiliki sifat sebagai pemancar atau penyerap radiasi yang sangat baik. Jika suhu permukaannya tinggi akan menjadi bersifat pemancar dan jika suhu permukaannya rendah akan menjadi bersifat sebagai penyerap radiasi.
Benda hitam adalah suatu sistem yang dapat menyerap semua radiasi kalor yang mengenai benda tersebut.

    II.            Intensitas Radiasi Benda Hitam

1.2 Intensitas Radiasi Benda Hitam

a.      Hukum Stefan-Boltzmann
Kemampuan benda untuk menyerap radiasi kalor berkaitan dengan kemampuan untuk memancarkan radiasi. Sifat inilah yang digunakan oleh ahli fisika untuk mengetahui besarnya intensitas radiasi yang dapat dipancarkan oleh sebuah benda.
Energi per satuan luas dan persatuan waktu atau intensitas radiasi total yang dipancarkan oleh benda hitam dari seluruh spektrum energi yang dipancarkan. Hal tesebut dinyatakan dengan hukum Stefan-Boltzmann. Bunyi  hukum Stefan-Boltzmann “energi yang dipancarkan oleh suatu permukaan benda dalam bentuk radiasi kalor per satuan waktu sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak permukaan itu.” yang secara tematis dituliskan sebagai berikut:
Jika luas seluruh permukaan benda diketahui, energi per satuan waktu atau daya yang dipancarkan oleh benda tersebut dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Keterangan:
e = koefisien emisivitas
σ = tetapan stefan-boltzmann (5,67 x 10-8 Wm­-2K-4)
T = suhu mutlak (K)
P = Daya (Watt)
I = intensitas radiasi (Wm-2)
A = luas permukaan

b.      Hukum Pergeseran Wien
Pada hukum ini, prosesnya hampir sama dengan proses terbentuknya gelombang berdiri pada tali yang digetarkan. Gelombang elektromagnetik terdiri atas spektrum gelombang - gelombang dengan panjang gelombang berbeda - beda. Alat yang digunakan untuk penelitian ini konsepnya mirip dengan penguraian cahaya oleh prisma menjadi spektrumnya.
Bunyi hukum pergeseran Wien, ”Panjang gelombang untuk intensitas cahaya maksimum berkurang dengan meningkatnya suhu.” yang secara sistematis dituliskan sebahai berikut:
Keterangan:
λmaks = panjang gelombang maksimum
T = Suhu mutlak

 III.            Perumusan Rayleigh dan Jeans
1.3 Grafik Rayleigh-Jeans

Setiap gelombang berdiri dalam rongga memiliki dua derajat kebebasan , yakni yang berasal dari energi kinetik dan energi potensial sehingga setiap getaran menjadi , dengan k adalah tetapan stefan-boltzmann.
Rayleigh-Jeans melihat bahwa kurva sebaran itu serupa dengan hasil yang diperoleh pada intensitas spektrum radiasi kalor. Oleh karena itu, mereka beranggapan bahwa ada kemiripan antara sifat panas benda dan radiasi kalor. Berdasarkan prinsip ekuipartisi energi, persamaan matematis yang didapatkan oleh Rayleigh-Jeans menunujukan bahwa untuk λ yang besar, intensitasnya semakin kecil dan jika λ mendekati tak hingga, intensitasnya akan mendekati nol (0). Hal ini sangat menyimpang dari hasil empiris yang menunjukkan bahwa intensitas yang mendekati nol ketika λ semakin kecil. Persimpangan persamaan Rayleigh-Jeans yang sangat jauh ini disebut bencana ultraviolet karena λ yang kecil berada dalam wilayah panjang gelombang ultraviolet.
Hal tersebut disebabkan mereka beranggapan bahwa energi yang dimiliki oleh setiap spektrum gelombang bersifat kontinu. Artinya, energi gelombang dapat memiliki sembarang nilai dalam batas yang ditentukan.

IV.            Teori Hipotesis Planck tentang Radiasi  Benda Hitam
Teori Rayleigh-Jeans sesuai dengan spektrum radiasi benda hitam untuk panjang gelombang panjang atau frekuensi yang rendah. Akan tetapi teori tersebut gagal untuk daerah panjang gelombang pendek atau frekuensi tinggi. Sebaliknya, teori pergeseran Wien sesuai dengan spektrum radiasi benda hitam untuk panjang gelombang pendek atau frekuensi tinggi.
Planck menyadari pentingnya memasukkan konsep energi maksimum dalam perhitungan teoritis radiasi benda hitam. Menurut Planck, energi yang diserap atau dipancarkan oleh getaran - getaran yang timbul di dalam rongga benda hitam merupakan paket - paket atau kuanta energi atau foton. Berikut dua anggapan yang dikemukakan Planck tentang sifat dasar dari getaran molekul - molekul dalam dinding - dinding rongga hitam:
                                i.            Getaran molekul - molekul yang memancarkan radiasi hanya dapat memiliki satuan - satuan energi diskret dari harga En, yang diberikan oleh
dengan n = 1,2,3,... disebut bilangan kuantum dan h adalah tetapan Planck
                              ii.            Molekul - molekul memancarkan atau menyerap energi dalam satuan diskret dari energi cahaya (disebut kuanta energi atau foton), jika molekul - molekul melompat dari satu tingkat energi ke tingkat energi lainnya. Energi sebuaah foton karena beda energi antara dua tingkat energi yang berdekatan dinyatakan oleh
Hubungan kuantum Planck menunjukkan bahwa ekuipartisi energi dan setiap jenis getaran memiliki energi total yang berbeda- beda. Menurut Planck, teori klasik gagal menjelaskan radiasi benda hitam pada frekuensi tinggi karena pada daerah itu kuanta energinya sangat besar sehingga hanya sedikit jenis getaran yang tereksitasi. Oleh karena itu, rumus Planck terhindar dari bencana ultraviolet.
Persamaan yang menunjukkan besar energi per satuan luas yang dipancarkan oleh suatu benda hitam yang terdistribusi dianatara berbagai panjangnya telah diturunkan oleh Max Planck pada 1900 dengan menggunakan teori kuantum, yaitu sebagai berikut:

Keterangan:
c = cepat rambat cahaya
λ = panjang gelombang cahaya
T = suhu mutlak permukaan benda hitam
k = 1,38 x 10-23 JK-1 (konstanta Boltzmann)
h = 6,63 x 10-34Js (konstanta Planck)

       V.            Aplikasi Radiasi Benda Hitam
a.      Gejala Pemanasan Global

1.5.1 Pemanasan Global

Seandainya tidak ada atmosfer, energi sinar matahari yang sampai ke bumi akan mampu memanaskan bumi hingga mencapai 80˚C di daerah khatulistiwa. Untungnya, lapisan atmosfer bumi mampu memantulkan sekitar 34% energi matahari yang menuju bumi sehingga kembali ke angkasa luar. Sekitar 19% diserap oleh awan dan debu - debu yang terdapat pada lapisan atmosfer sekitar 47% energinya mencapi permukaan bumi. Di dekat khatulistiwa, bumi menyerap radiasi kalor yang lebih besar dibandingkan di dekat daerah kutub. Berkat pola aliran energi kalor yang diserap. Dari 47% energi radiasi matahari yang diserap permukaan bumi, sekitar 23% digunakan untuk menguapkan air yang terdapat di permukaan bumi, sekitar 10% kembali dialirkan ke angkasa dalam bentuk konduksi dan konveksi, serta sekitar 14% dipancarkan dalam bentuk gelombang elektromagnetik ke angkasa.
Sinar matahari yang memasuki bumi memiliki berbagai panjang gelombang. Sinar tampak memiliki panjang gelombang antara 400-700 nm, sinar infra merah memiliki panjang gelombang >700 nm, dan sinar ultaviolet memiliki panjang <400nm.

Sinar matahari dengan panjang gelombang pendek, seperti sinar ultraviolet dan sinar tampak, dengan mudah menembus lapisan atmosfer bumi. Ketika energi sinar matahari memanaskan bumi, sebagian besar dipancarkan kembali ke angkasa sebagai gelombang panjang, yakni berupa sinar inframerah. Energi sinar inframerah tersebut tidak dapat menembus lapisan karbondioksida sehingga terpantul kembali ke permukaan bumi. Jadi, gas karbondioksida yang terdapat di atmosfer bumi dapat menyebabkan efek rumah kaca yang berakibat naiknya temperatur bumi atau terjadi pemanasan global.

b.      Mengukur Suhu Matahari

1.5.2 Suhu Global

Pada temperatur yang tinggi, secara ilmiah di dalam bintang - bintang akan terjadi reaksi fusi, yakni inti - inti ringan akan bergabung membentuk inti yang lebih berat. Melalui serangkaian tahapan reaksi fusi, inti - inti atom hidrogen bergabung membentuk inti helium. Proses penggabungan itu digunakan untuk membangkitkan energi di dalam bintang - bintang tersebut.
Energi yang dihasilkan oleh matahari atau bintang tersebut terdiri atas berbagai bentuk radiasi gelombang elektromagnetik yang dapat diketahui melalui frekuensi atau panjang gelombang. Semua radiasi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan akan merambat dalam ruang angkasa dengan kecepatan yang sama, yakni dengan kecepatan spektrum cahaya. Dengan meneliti spektrum sebuah bintang, seorang astronom dapat akan dapat mengetahui suhu bintang.
Tujuan pengukuran suhu matahari:
ü  Mempelajari sistem transformasi energi di dalam sitem bumi-atmosfer dan ragamnya dalam waktu dan ruang.
ü  Mempelajari distribusi dan ragam dari radiasi datang, radiasi keluar, dan radiasi netto.
ü  Menganalisis atmosfer mengenai kekeruhan, kandungan uap air, debu, dsb. Penerapan praktis dalam bidang pertanian, biologi, pengobatan, arsitektur, dan industri.
Teori Kuantum Cahaya

       I.            Efek Fotolistrik
2.1 Efek Fotolistrik

Efek fotolistrik adalah keluarnya elektron- rlrktron dari permukaan logam ketika logam tersebut dikenai seberkas cahaya. Elektron yang dikeluarkan disebut elektron foto. Efek ini tidak dapat dijelaskan jika cahaya dipandang sebagai gelombang, efek ini berhasil dijelaskan dengan baik oleh Einstein pada tahun 1905, dengan memandang cahaya sebagai paket - paket energi yang disebut foton (seperti yang dikemukakan oleh Planck). Jika berkas cahaya yang mengenai permukaan logam memiliki frekuensi f, maka energi tiap foton cahaya adalah hf. Elektron - elektron di dekat permukaan logam terikat pada struktur atom. Besar energi ikatan bergantung pada jenis logam, dan disebut energi ambang atau fungsi kerja logam (diberi notasi W­0).
Jika energi hf dari foton cahaya lebih kecil dari pada energi ambang logam maka elektron - elektron tidak akan keluar dari permukaan logam, berapapun intensitas cahaya yang kita berikan. Tetapi dengan mengganti dengan cahaya yang frekuensinya lebih tinggi atau mengganti dengan logam yang energi ambangnya lebih kecil, sedemikian sehingga energi foton lebih besar dari pada energi ambang menyebabkan elektron - elektron keluar dari permukaan logam walaupun intensitas cahaya kecil.
Keterangan:
Ek = energi potensial elektron
vm = kelajuan maksumum elektron keluar dari permukaan
m = massa elektron
f  = frekuensi foton cahaya
f0 = frekuensi ambang logam
λ­ = panjang gelombang foton
λ0 = panjang gelombang ambang logam

    II.            Teori Kuantitas Cahaya
Albert Einstein menjelaskan hasil - hasil yang diperolehnya dari eksperimen efek fotolistrik pada 1905. Menurutnya, cahaya terdiri atas paket - paket yang disebut foton. Foton adalah partikel dengan masa nol yang merupakan kuantum radiasi elektromagnetik. Foton - foton inilah yang diserap dan dipancarkan. Energi yang dikeluarkan foton sama dengan kuanta yang dikemukakan Planck, yakni E = hf.
Dengan konsep itu, Einstein dapat menjelaskan secara sempurna hasil empiris efek fotolistrik. Cahaya yang jatuh ke atas logam dilukiskan sebagai foton - foton yang menerpa logam. Setiap foton menubruk logam, pada peristiwa pertumbukan tersebut foton menyerahkan seluruh energinya kepada elektron sehingga foton tersebut lenyap. Energi yang diperlukan untuk melepaskan diri dari permukaan logam disebut fungsi kerja (W). Untuk jenis logam yang berbeda makan fungsi kerjanya juga berbeda karena perbedaan energi ikat antara elektron dan ion dalam logam. Jadi, untuk logam teertentu dapat di tuliskan persamaan berikut
oleh karena  dan  maka:
Keterangan:
W = fungsi kerja
h  = kuanta Planck
f = frekuensi cahaya

 III.            Proses Pembentukan Sinar - X
2.2 Alat Sinar-X

Proses pembentukan sinar - X merupakan kebalikan dari efek fotolistrik, yakni aliran elektron yang menumbuk permukaan logam dapat menghasilkan foton - foton sinar - X. Sinar - X didapatkan ketika elektron - elektron bergerak dengan kecepatan tinggi yang diperoleh melalui beda potensial tinggi menumbuk suatu permukaan logam. Sinar - X pertama kali dikenalkan oleh Wilhelm K. Rontgen pada 1895 sehingga sinar - X diberi nama sinar Rontgen.
Pada 1913, W. D Colidge dari laboratorium General Electric, America Serikat, menciptakan tabung yang dapat digunakan untuk menghasilkan sinar - X. Prinsip kerja tabung tersebut, yakni berkas elektron dihasilkan oleh katode yang dipanaskan dengan filamen di dalam ruang hampa. Bahan sasarannya berupa logam yang memiliki titik leleh antara 103 sampai 106 volt terhadap katode. Tentunya tabung ini harus dilengkapi dengan sumber tegangan listrik yang dapat menghasilkan tegangan tinggi.
Sebagian Besar elektron yang jatuh berada di anode akan kehilangan energi kinetiknya yang berubah menjadi energi panas (±90%). Energi panas tersebut timbul karena tumbukan anatar elektron di anode. Akan tetapi, Sebagian kecil elektron alan kehilangan energinya akibat dengan tumbukan elektron di anode. Energi yang berubah menjadi sinar -X. Jika elektron menumbuk atom pada anode, seluruh energi kinetik elektron digunakan untuk menghasilkan radiasi sinar - X, akan berlaku persamaan berikut
Energi kinetik elektron ini berasal dari energi potensial elektron, karena elektron mendapat energi potensial, sehingga
Jadi, panjang gelombang minimum sinar - X dapat dihasilkan dari suatu tabung sinar - X yang memenuhi persamaan
Keterangan:
V = beda potensial antara anode dengan katode
e = muatan elektron
h = konstanta Planck
c = kecepatan cahaya
Ek = energi kinetik
Ep = energi potensial

IV.            Efek Compton
2.4 Efek Compton

Penelitian hamburan sinar - X yang dilakukan oleh ahli Fisika Amerika Serikat, Arthur H. Compton (1892 - 1962) menghasilkan gejala baru, yakni perubahan panjang gelombang sebelum dan sesudah sinar - X dihamburkan. Kemudian, gejala ini dapat dijelaskan oleh compton dengan menganggap bahwa yang terjadi adalah tumbukan antara kuantum cahaya dan elektron bebas.
Jika foton menumbuk elektron, sebagian energi foton akan diberkan kepada elektron sehingga elektron akan memiliki energi kinetik. Sementara itu, energi foton setelah mengalami penumbukan akan berkurang. Sebagai hasilnya, sesudah tumbukan elektron bergerak dengan arah tertentu dan kelajuan tertentu. Foton sinar X yang terhambur pun mempunyai arah tertentu dangan sudut . Menurut teori klasik, pengurangan energi tidak akan diikuti oleh perubahan frekuensi atau panjang gelombang. Berdasarkan teori kuantum, perubahan energi berarti perubahan frekuensi yang juga berarti perubahan panjang gelombang.
Panjang gelombang foton sinar X setelah terhambur (λ’) akan lebih besar daripada panjang gelombang foton sinar X mula - mula (λ). Beda panbjang gelombang sinar X sesudah terhambur dan sebelum terhambur (Δλ) dinyatakan oleh persamaan compton

   V.            Sifat Gelombang pada Partikel
a.      Panjang Gelombang de Broglie
Cahaya memiliki sifat gelombang yang dapat diamati dalam peristiwa interferensi dan difraksi cahaya serta memiliki sifat partikel yang dapat diamati dalam peristiwa efek fotolistrik dan efek compton. Sifat gelombang dinyatakan oleh panjang gelombang (λ) dan sifat partikel dinyatakan oleh besaran momentum (p). Hubungan panjang gelombang dengan momentum sebuah foton sesuai dengan persamaan berikut
Louis de Broglie yang memiliki latar belakang seni musik membayangkan bahwa kuantitasi lintasan elektron sebagai nada - nada harmonik. Lintasan yang pertama merupakan harmonik I, yang terdiri atas sebuah gelombang dan lintasan kedua merupakan harmoni II, yang terdiri atas dua gelombang, dan seterusnya seperti itu. Menurut Broglie, panjang lintasan elektron sama dengan bilangan bulat dikalikan suatu panjang gelombang
 Dengan memerhatikan sifat dualisme cahaya ini, maka pada tahun 1924, seorang ilmuwan fisika Prancis bernama Louis de Broglie mengemukakan teori yang menyatakan bahwa “partikel (seperti elektron) yang bergerak pada kemungkinan memiliki sifat gelombang dengan panjang gelombang tertentu”. Partikel yang bergerak dengan kecepatan v memiliki momentum p = mv, sehingga partikel akan memiliki panjang gelombang de Broglie sebesar
Panjang gelombang de Broglie ini dapat dibuktikan melalui pola difraksi elektron dari percobaan yang dilakukan oleh C. J. Davisson dan L. H. Germer pada tahun 1927.

Penutup

Puji dan syukur kepda Tuhan YME karena akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan sesuai dengan target yang kami harapkan. Demikianlah materi yang dapat kami tuliskan dalam makalah ini semoga apa yang terdapat didalamnya dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Dan terimakasih karena anda mau membaca makalah ini, kami juga mohon maaf apabila terdapat kesalahan didalamnya.

Jakarta, Agustus 2014

 Penulis
Daftar Pustaka

Kamajaya. 2007. Cerdas Belajar Fisika. Bandung: Penerbit Grafindo Media Pratama.
Kanginan, Marthen. 2010. Seribu Pena Fisika SMA Kelas XII Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga
Google.com
Wikipedia.org
Maaf ternyata rumus - rumusnya tidak bisa dikopi.
Ini juga ada pptnya.
Jika ingin meminta silahkan hubungi email saya agnesoktaviany@gmail.com dan konfirmasikan ke twitter saya @A_Oktaviany22

No comments:

Post a Comment