Wednesday, April 2, 2014

Lepaskan Kepergian Diriku

Kini hari telah berganti, sang mentari telah mengintip di balik cakrawala memberi warna jingga yang membuatnya semakin cantik. Sinarnya pun menyusup ke dalam kamarku melalui jendela kamarku yang telah terbuka. “Ehmmm…” erangku karena sinarnya berhasil membuka mataku. Tanpa menunggu lama kulangkahkan kakiku menuju kamar mandi, setelah selesai aku bersiap - siap untuk berangkat sekolah. Namaku adalah Fiona Choliesta, anak semata wayang yang memiliki sifat cuek tapi sangat melindungi apa yang aku sayangi dan cintai.
“Selamat pagi ma, pa” sapaku sebelum mencium kepada kedua orangtuaku yang sedang duduk di kursi meja makan. Setelah itu aku duduk bersama mereka dan memakan sarapanku sendiri. Setelah itu, aku berangkat menuju sekolah menggunakan mobil pemberian kedua orangtuaku tersayang. Perjalanan menuju sekolahku memakan waktu kurang lebih 30 menit. Aku bersekolah di sekolah swasta ternama di Jakarta meski begitu aku sendiri merasa kurang nyaman bersekolah di sini karena pergaulan di sini kurang baik mengingat semua anak yang bersekolah di sini tergolong kalangan atas, termasuk diriku sendiri. Di sekolah ini aku hanya memiliki satu orang teman, namanya Fiorenza dan aku memanggilnya Renren entah kenapa aku suka dengan panggilan itu meski sering dia memarahiku karena memanggilnya begitu. Renrren anak perempuan yang cantik, pintar, baik, dan ramah namun sayang dia sangat tertutup dengan oranglain semua itu disebabkan karena perceraian orangtuanya. Dan satu hal yang pasti aku sangat menyayangi Renren sebagai sahabat bahkan saudaraku sendiri begitu juga dengan orangtuaku.
“Ting…tong…ting…tong” bel sekolah tanda pelajaran dimulai berbunyi. “Morning class” sapa wali kelasku., Bu Sisca. Tapi ternyata dia masuk bersama seorang anak laki - laki yang bisa dibilang memiliki wajah cukup tampan. “Pagi ini kita kedatangan teman baru.” Katanya. “Silahkan perkenalkan dirimu” perintah Bu Sisca kepada anak baru itu. “Bonjour, J’mapplle  Claudius. Saya murid pindahan dari Perancis” katanya memperkenalkan diri yang disambut riuh suara teman sekelasku terutama para murid perempuan. Hanya aku dan Renren yang tidak peduli akan hal itu. Setelah itu dia duduk dan ternyata dia duduk tepat di belakangku. Entah kenapa aku merasa pernah mengenal wajahnya, tapi tak kupikirkan hal itu. Hari ini pelajaran telah usai, aku pun segera melangkahkan kakiku menuju lapangan parkir. Ternyata murid baru itu berpapasan denganku dan tersenyum dan dengan terpaksa aku pun mengulas senyum untuknya.
“Hai Fio” sapanya kepadaku. “Hmm.” Jawab ku singkat. Namun aneh bagiku karena kami belum berkenalan tetapi dia mengetahui namaku. Ya, sudahlah bukan urusanku, aku kan memang termasuk popular di kalang siswa. “Kurasa kau sudah melupakan ku ya?” Tanyanya padaku yang membuatku mengkerutkan keningku karena bingung.
Entah kenapa belakangan ini aku merasa kesehatanku menurun dan memutuskan untuk memeriksakannya ke dokter. “Bagaimana dok hasil pemeriksaannya?” Tanyaku tegang karena melihat wajah dokter yang tak kalah tegang denganku. “Setelah diperiksa, ternyata anda mengidap kanker hati stadium akhir. Dan sayangnya waktu anda untuk hidup tinggal 30 hari lagi.” Jawab sang dokter. Grap! Perasaanku dan pikiranku seperti ditimpa oleh batu besar berbobot ribuan ton, sangat sakit dan menyedihkan. Setelah itu, aku keluar dari ruang pemeriksaan dengan perasaan galau.
Setelah pemeriksaan itu, aku pulang dan mengurung diri di kamarku sendirian. Dan aksiku ini membuat seisi rumahku panik. Semua orang berusaha untuk masuk ke kamarku, namun tak ku ijinkan satu pun dari mereka untuk masuk. Aku pun membolos sekolah beberapa hari karena masalah ini. Ya, siapa yang tidak frustasi mendengar berita ini ditambah lagi dengan perkiraan waktu hidup yang sangat singkat. Setelah berhari- hari larut dalam kesedihan aku pun  sadar semua ini tidak boleh berlangsung lama. Aku hanya akan membuang waktuku yang sangat singkat jiak terus seperti ini. Dan setelah malam itu aku pun berjanji dengan diriku sendiri agar membuat orang- orang disekitarku untuk tersenyum bersamaku tanpa mengetahui akan hal yang aku alami saat ini meskipun aku menyimpan masalah dari semua orang.
“Fio.” Teriak Renren dan berlari memelukku erat. Ingin rasanya aku menangis saat ini tapi tidak boleh, aku harus terlihat sangat baik di depan semua orang. Kami pun berjalan bersama sambil bergandengan erat seperti dua sahabat yang berpisah puluhan tahun.
“Hai!” Sapaku pada Claudius sambil tersenyum dan dibalas dengan senyuman manisnya. Entah mengapa aku merasa aku harus mengenal Claudius lebih dalam lagi. “Fio, apa kamu masih belum mengingatku?” Pertanyaan yang sama yang Claudius lontarkan saat kami berpapasan di parkiran waktu itu. “Entahlah, aku memang merasa mengenalmu tapi aku tidak tahu siapa kamu sebenarnya. Hehehe…” Jawabku sambil tertawa canggung. “Ingatanmu sangat buruk ternyata tidak pernah berubah sejak dulu. Hahaha.” Jawabnya sambil tertawa dan menjitak kepalaku pelan. “Sakit tau! Lagian aku memang tidak tahhu kamu itu siapa.” Gerutuku sambil mengusap kepalaku yang sebenarnya tidak sakit. “Sakit ya? Maaf kalu begitu.” Katanya sambil mengusap puncak kepalaku karena khawatir. Deg… Perlakuannya kepadaku membuatku terkejut, ada perasaan rindu sekaligus senang mendapatkan perlakuan manisnya saat ini.
Hari telah berganti minggu, dan kini kesehatanku semakin memburuk. Aku semakin sering masuk dan diopname di rumah sakit tanpa sepengetahuan kedua orangtuaku yang membuatku sering mereka omeli. Dan sering dicereweti oleh Renren dan Claudius karena kekhwatiran mereka. Melihat perlakuan mereka semua kepadaku membuatku semakin sedih menyadari bahwa kini waktuku di dunia tinggal seminggu. Dan tak peduli apa yang dikatakan dokter aku akan menghabiskan waktuku ini bersama mereka.
Hari pertama dalam minggu terkahirku, aku pergi membolos sekolah bersama Renren dan Claudius. Kami pergi piknik ke sebuah bukit kecil yang indah di luar kota, berjalan, makan, bercanda, dan menikmati pemandangan bersama. Tanpa sadar, air mata yang sedari tadi ku tahan mengalir begitusaja membasahi pipiku. Saat ku ingin mengusapnya, ternyata tanganku ditahan oleh tangan Claudius, dan dia mengusap air mataku dan menarikku masuk ke dalam pelukannya. Hangat dan nyaman itulah yang aku rasakan saat.
Hari kedua dalam minggu terkahirku, aku membolos sekolah lagi. Kali ini aku hanya berdua dengan Claudius, karena dia yang memintaku dan entah mengapa aku menurutinya. Kami pergi bersama ke sebuah danau tempat kami dulu menikmati waktu bermain kami bersama. Ya, sekarang aku sudah mengetahui bahwa Claudius adalah teman kecil sekaligus cinta pertamaku hingga saat ini. Saat kami sedang duduk bersama memandang langit sore dan menikmati hembusan angin yang menerbangkan uraian rambutku, tiba - tiba Claudius menangkup wajahku dengan tangannya dan menggerakkan kepalaku untuk menghadapnya. Kemudian, dia menggenggam tanganku erat dan berkata “Fio, aku kembali ke sini hanya untuk mu, cinta pertamaku, dan aku ingin kamu juga menjadi cinta terakhir untukku. Tak peduli apapun yang akan terjadi di depan sana, karena aku hanya menginginkanmu, Fiorenza Samantha untuk menjadi milikku.” Katanya yang membuatku terbius karena ucapan tulusnya saat ini. “Fio, maukah kamu menjadi pendampingku di masa depan? Mungkin initerlalu cepat tapi aku yakin cintaku akan tetap hanya untukmu. Buktinya, selama belasan tahun kita berpisah aku selalu mencintai bahkan mengejarmu ke sini.” Tambahnya lagi. Air mataku mengalir deras mendengar pengakuan manis dari mulutnya, seandainya dia tahu bahwa umurku tinggal beberapa hari lagi. Mau, satu kata yang sangat ingin aku katakana padamu tapi kurasa tidak mungkin karena aku akan segera pergi dari dunia ini, batinku dalam hati. “Maaf Claudius, aku tidak bisa memberikan jawaban untukmu saat ini. Tapi jujur, aku juga sama dengan mu. Menyayangi dan mencintaimu sejak dulu.” Kataku padanya.
Hari ketiga dalam minggu terakhirku, hari ini hari libur nasional dan aku memutuskan untuk menghabiskan hari ini bersama kedua orangtuaku. Pagi ini seperti biasa dimulai dengan sarapan bersama. Setelah itu, kami menonton acara televisi favorit kami ditemani oleh teh dan kopi buatan mama. “Ma, pa, malam ini aku mau tidur bersama kalian ya. Sudah lama kita tidak tidur bersama.” Kataku memohon kepada mereka. Dan dibalas oleh anggukan senyuman dari mereka. Dan hari ini kami menghabiskan waktu kami bersama - sama, melihat tawa dan senyuman mereka membuatku senang sekaligus sedih mengingat waktu yang semakin singkat. Malam pun tiba, kami memasuki kamar orangtuaku dan tidur bersama. Sama seperti saat aku kecil ibuku mengusap dan membelaiku sebelum tidur. Di saat mereka telah tidur kupandangi wajah yang dihiasi sedikit keriput dan rambut yang kini mulai memutih membuatku semakin sedih melihat mereka disaat seperti ini ditambah lagi kenyataan bahwa aku adalah anak semata wayang mereka.
Hari keempat dalam minggu terakhirku, entah mengapa hari ini aku ingin menyendiri. Aku memutuskan untuk membolos untuk ketiga kalinya dalam minggu ini dan aku memutuskan untuk pergi ke sebuah taman indah namun sepi pengunjung. Di taman itu aku mengingat kembali hari - hari terindahku bersama mama, papa, Renren, dan Claudius. Mengingat hidupku yang tinggal tiga hari lagi membuatku semakin larut dalam kesedihan aku menangis terisak meluapkan segala beban kesedihan yang selama ini kutanggung sendiri. Tak hentinya aku menangis meratapi diriku sendiri yang masih belum mampu untuk melepaskan kehidupanku di dunia dan orang - orang yang sangat aku sayangi dan cintai. Tak terasa sore telah tiba, aku pun bergegas pergi untuk pulang ke rumah. Tapi tiba - tiba, tubuhku tidak terasa lemas, langsung saja ku telepon dokter yang memeriksaku untuk menjemputku di taman ini dan segera membawaku ke rumah sakit.
Hari kelima dalam minggu terakhirku, dan kini kutemukan diriku berada dalam kamar rumah sakit tempatku biasa dirawat. Entah kenapa saat ini aku ingin menuliskan surat perpisahanku untuk mama, papa, Renren, dan Claudius. Tak terasa mentari telah terbenam digantikan dengan sinar bulan yang ditemani oleh bintang - bintang yang menghiasi langit. Pertanda bahwa hari ini akan segera berkahir dan hari baru sudah menanti esok hari.
Hari keenam dalam minggu terkahirku, hari ini aku memutuskan untuk memberi tahu mereka bahwa aku berada di rumah sakit. Sore ini aku memberi nomor telepon mama, papa, Renren, dan Claudius kepada suster dan memintanya untuk menghubungi mereka dan memberi tahu keberadaanku tanpa memberi tahu keadaan kesehatanku yang sesungguhnya. Setelah dihubungin, mereka datang ke rumah sakit dan melihat keadaanku dan seperti sebelumnya aku berusaha terlihat baik - baik saja di depan mereka karena tidak mau melihat mereka sedih dan khawatir karena keadaaanku. Aku meminta mereka berempat di sini menemaniku malam ini tanpa memberi tahu bahwa ini adalah malam terakhirku. Entah mengapa malam ini aku merasa aku akan pergi. Aku menangis tersedu yang membuat mama, papa, Renren,  dan Claudius terbangun. Mereka segera menghampiriku dan menanyakan ada apa denganku. Saat aku ingin menjelaskan keadaanku tiba - tiba nafasku terasa sesak dan aku tidak bisa mengeluarkan suara. Dan ketika aku memberikan surat terakhirku pada mereka aku pun menghembuskan nafas terakhirku.
Orangtua Fiona, Renren, dan Claudius melihat hal itu pun menangis kehilangan sosok yang sangat mereka sayangi dan cintai. Dengan segera mereka mengurus pemakan Fiona. Setelah upacara pemakaman usai tinggalah orangtua Fiona, Renren, dan Claudius. Mengingat surat yang diberikan Fiona yang ia bawa saat ini, Claudius pun membuka dan membaca surat tersebut dan memberikan surat itu kepada Renren juga orangtua Fiona bergantian.
Untuk mama, papa, Renren, dan Claudius
Mungkin saat kalian membaca surat ini aku sudah tidak ada di dunia ini. Maaf jika selama ini aku menyembunyikan masalah ini dari kalian. 30 hari yang lalu aku memeriksakan diriku ke dokter dan ternyata aku divonis mengidap kanker hati stadium akhir. Aku sangat terpuruk saat itu, inilah penyebab mengapa aku mengurung diri di kamarku dan tidak bersekolah. Aku berusaha untuk selalu terlihat baik dimata kalian karena aku tidak mau melihat kalian bersedih karena keadaanku ini. Dan aku memohon kepada kalian dengan sangat agar melepaskanku, jangan bersedih dan terpuruk karena kehilangan diriku. Ini semua adalah rencana Tuhan dan rencan Tuhan selalu indah pada akhirnya.
Ma, mama jangan bersedih karena kehilangan diriku. Mama harus kuat karena papa masih membutuhkan mama. Dan jika mama menginginkan sosok seorang anak, masih ada Renren yang sudah kita anggap sebagai bagian dari keluarga kita. Aku tidak akan tenang jika melihat mama bersedih. Mama tidak mau itu terjadi bukan? Maka dari itu bangkit, tersenyum, dan berjalanlah terus ke depan ma kerana pada akhirnya kita akan bertemu di sini pada saat yang telah ditentukan Tuhan.
Pa, papa harus kuat karena papa adalah kepala keluarga, mama sangat membutuhkan, menyayangi, dan mencintai papa. Berjanjialah pada Fio agar papa menjaga mama untuk Fio karena Fio sangat mencintai mama begitu juga dengan papa. Kuatlah pa dan damping mama hiduplah bersama selamanya. Di sini Fio tidak mau melihat ada tangisan kesedihan dari mama dan papa apapun alasannya.
Ren, kamu adalah satu - satunya sahabat terbaikku hingga saat ini. Kamu sudah kuanggap sebagai saudaraku sendiri, berjanjilah padaku agar kamu mau terbuka dan bergaul dengan orang lain. Jika kamu merindukan sosok orangtua lihatlah ada orangtuaku yang bersedia menjadi tempatmu bernaung. Jika kamu merindukan sosok seorang sahabat lihatlah ada Claudius yang siap membangunkanmu disaat kamu jatuh. Ren, jangan bersedih karena aku pergi. Masa depanmu masih sangat panjang jadi berjuanglah untuk kehidupanmu sendiri. Dan aku mohon rawat dan perhatikanlah kedua orangtuaku dan anggaplah bahwa mereka adalah orangtuamu.
Dius, kamu memang cinta pertama dan terakhirku hingga saat ini. Perasaan cinta ini tidak pernah berkurang bahkan perasaan ini bertambah setiap harinya. Aku percaya bahwa kamu akan menemukan cinta sejati, meskipun itu bukan diriku. Bangkitalah dan bukalah hatimu untuk wanita lain di luar sana jangan terus hidup dalam bayang - bayangku. Aku mohon kepadamu jagalah kedua orangtuaku dan sahabatku.
Aku mohon sekali lagi agar kalian melepaskan kepergianku ini. Hiduplah dengan baik karena kita tak tahu apa yang akan terjadi di depan sana. Ragaku memang pergi namun hatiku akan selalu ada bersama dengan kalian apapun yang terjadi. Selamat tinggal…

Setelah mereka mebaca surat tersebut mereka dengan tegar mengikuti wasiat dan permintaan yang Fiona inginkan. Mereka menjalani kehidupan mereka dengan baik.



Note: Sebenernya cerpen ini saya buat untuk memenuhi tugas adik sepupu saya yang bersekolah di SMA Pangudi Luhur II Servasius.



No comments:

Post a Comment